Cari Blog Ini

Minggu, 06 Maret 2011

IDEALNYA SEORANG PEMUDA




Ia       pribadi yang muslim, berhati emas, berpotensi prima
          Yang dikala damai, anggun petaka kijang di padang perburuan
          Yang di kala perang, perkasa bak harimau kumbang
Ia       perpaduan manisnya madu, pahitnya empedu.
          Satu kali dengan kawan, lain kali dengan lawan
          Yang lembut dalam berbahasa, yang teguh membawa suluh
          Angannya sederhana, citanya mulia,
          Tinggi vitalitas dalam was-was, tinggi budi rendah hati
Ia       lah sutera halus di tengah sahabat tulus
          Ialah baja, ditentangnya musuh durhaka.
Ia       ibarat gerimis atau embun tiris,
Yang memekarkan bunga-bunga,
Yang melambaikan tangkai-takngkai.
Ia juga topan beliung,
Yang melemparkan ombak menggunung,
Yang menggoncangkan laut ke relung-relung.
Ia       lah gemercik air di taman sari, asri.
          Ia juga penumbang segala belantara, segala sahara.
Ia       lah pertautan agung iman Abu Bakar,
          Perkasa Ali,
          Papa Abu Dzar,
          Teguhnya Salman,
          Mandirinya di tengah masa yang bergoyang,
          Ibarat lentera pertapa di tengah gulita sahara.
Ia       pilih syahid fisabilillah,
          Atas segala kursi dan upeti
          Ia menuju bintang, menggapai malaikat,
          Ia tentang tindak kufur, pola aniaya, di mana saja.
          Maka nilainya pun membumbung tinggi.
          Harganya pun semakin tak terperi,
          Maka siapakah yang akan sanggup akan membelinya,
          Kecuali Rabbnya ?

MANAJEMEN 5 S DARI JEPANG

BERSIH LOKASI KERJA (5 S)

1.    SAPU/SISIR
Bersihkan tempat/ruang/meja/loker dari semua berkas/file yang ada

2.    SORTIR
Pilih berkas/barang yang masih dipakai/akan dipakai

3.    SINGKIRKAN
Buang barang/berkas yang sudah tidak terpakai

4.    SUSUN
Rapikan kembali barang/berkas yang masih dipakai/akan dipakai

5.    SAMBUNG
Lakukan terus hal yang sama sehingga tempat selalu rapih dan teratur sebagaimana susunan tubuh yang teratur

                                                   
MULAILAH KERJA DENGAN 5T

1.     TEKANKAN NIAT IKHLAS
Niatkah hanya keran Allah saya bekerja/mengajar, bukan karena ingin dilihat/dinilai oleh teman/pimpinan

2.     TERAPKAN ILMU
Ilmu yang sudah kita dapatkan kapan lagi akan kita terapkan. Lakukan kerja dengan ilmu. Tanpa ilmu kerja kita sia-sia/buta.

3.     TEKAD  KUAT MEMBAJA
Tekad kuat bahwa membina generasi merupakan investasi SDM yang keuntungannya akan terus mengalir selama ilmu kita dipakai oleh santri kita

4.     TEKUN BERUSAHA
Tunjukkan profesionalitas dengan ketekunan dan ketelatenan dalam menghadapi pekerjaan/santri.

5.     TERUS MENERUS
Lakukan terus menerus sebagai bentuk kesinambungan kerja, jangan berhenti hanya karena hal sepele, apalagi karena manusia.

FORMAT PENDIDIKAN IDEAL UNTUK GENERASI INDONESIA MASA DEPAN


I.                    PENDAHULUAN

            Pendidikan ideal untuk generasi masa depan Indonesia harus berpijak pada pengembangan keutuhan seseorang peserta didik agar muncul self-realisationnya dengan baik. Sebagai sebuah proses pembangunan kualitas kemanusiaan, pencerdasan sejati, dan pembentukan manusia seutuhnya, pendidikan harus diarahkan untuk meningkatkan martabat manusia. Martabat tertinggi manusia yang mungkin dicapai melalui pendidikan adalah taqwa. Oleh karena itu tujuan pendidikan dalam islam adalah terbentuknya individu muttaqin. Tanpa pendidikan yang integrative yang mencakup seluruh dimensi manusia mustahil tujuan terbentuknya individu  muttaqin tercapai. Dengan demikian, pendidikan seharunya mengajarkan kemampuan berfikir, bukan semata-mata mengisi pikiran, membentuk manusia terampil berfikir saintifik dan filosofis (kritis), mengembangkan kecerdasan religious dan spiritualnya, dan secara terus menerus melakukan pencerahan kalbunya sehingga ia sebagai manusia mampu merealisasikan amanah ibadah dan amanah risalah yang menjadi tanggungjawab kemanusiaannya. Dengan demikian ia akan menjadi orang yang terbaik, yang manfaat kebaikannya dapat dirasakan oleh manusia lain sebanyak-banyaknya. “sebaik baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR al-Qadha’I dari Jabir).

II.                  PENGARUH NEGATIF MASYARAKAT TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN
Dalam perkembangan kehidupan manusia yang pada masa sekarang ini sudah memasuki era millennium, era teknologi, dan era globalisasi, maka akan membawa dampak tersendiri bagi perkembangan manusia dan masyarakat. Ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan terhadap dunia pendidikan pun demikian kuat. Gaya hedonism yang sudah cukup mengurat dan mengakar dalam kehidupan masyarakat menambah sulitnya pembentukan pribadi yang matang. Teknologi yang sudah semarak dengan dampak baik positif,  juga membawa efek negative yang tidak kecil. Gaya hidup mall yang juga membawa ekses seks  bebas, sehingga memuncukkan aborsi, narkoba yang semakin merebak, bahkan sudah menjadi alternative lapangan pekerjaan bagi kalangan tertentu, dunia gemerlap yang sudah  demikian transparan, kesemuanya memunculkan permisifisme dan membawa dampak luar biasa bagi peserta didik. Kondisi yang sudah sedemikian rupa terkadang dibarengi dengan mental dan akhlak yang kurang baik dari sejumlah pendidik yang nota bene adalah menjadi panutan peserta didik yang pada akhirnya mulai pudarlah siapa yang menjadi panutan dan mana yang harus dicontoh. Dr Georgi Lozanov (1897) menyatakan bahwa suatu tindak tanduk yang diperlihatkan oleh gurunya kepada para siswa dalam proses belajarnya, merupakan tindakan yang paling berpengaruh, sangat ampuh serta efektif dalam pembentukan kepribadian mereka. Dalam sebuah penelitian terlihat jelas bahwa ternyata iklan dan gaya artis memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan perilaku anak tinimbang sekolah atau guru.  Dengan kondisi seperti sekarang ini maka cukup sulit untuk melihat bagaimana keberhasilan pendidikan sesungguhnya. Apakah pendidikan yang kemudian memunculkan peradaban manusia atau justru pendidikan hanya menjadi peredam dari munculnya dampak negative perkembangan peradaban manusia.

III.                PENDIDIKAN IDEAL UNTUK GENERASI INDONESIA MASA DEPAN

Pendidikan adalah pembentukan manusia seutuhnya agar menjadi orang bertaqwa, maka harus pula ditekankan aktivitas mengasuh, melatih, mengarahkan, membina, dan mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya, termasuk potensi spiritualnya. Dalam bahasa Arab, kata rabba yang berarti pendidikan, memiliki banyak arti. Misalnya merawat, mendidik, memimpin, mengumpulkan, menjaga, memperbaiki, dan mengembangkan.. Tentu saja proses pembentukan harus berakar kepada teori, filsafat, dan ideology serta nilai-nilai intrinsic, terutama nilai keadilan dan keseimbangan yang merupakan dasar penciptaan manusia itu sendiri. Sedangkan keutuhan manusia pada hakikatnya ditentukan oleh sejauhmana ia mampu melengkapi dirinya dengan dimensi religious, budaya, dan ilmu pengetahuan. Melalui proses pendidikan yang  transformative dan integrative, setiap individu diharapkan dapat terbentuk kepribadiannya dan mampu mencapai puncak prestasinya sebagai insan kamil (QS 49:13). Sebagaimana pula dinyatakan oleh Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence (Sidi 2001) yang menyatakan bahwa IQ seseorang hanya menyumbang 20% dari kesuksesan seseorang, sedangkan 80 % sisanya ditentukan oleh faktor lain (kecedasan intelektual dan kecerdasan emosional). Pendidikan ideal adalah pendidikan yang mampu menyatukan dan menyeimbangkan domain-domain tersebut sehingga lahirlah masyarakat peradaban (civilize culture society) atau meminjam istilah Inkeles masyarakat modern (modern society) atau lebih populernya biasa kita sebut civil society.
Harus diakui bahwa proses pendidikan sangat ditopang oleh kejelasan visi tentang individu dan masyarakat yang ideal, tentang hakikat kebenaran, keadilan, dan kemanfaatan tentang tujuan dan misi manusia diciptakan, tentang realitas Tuhan, alam, manusia dan kehidupan. Kejelasan visi tersebut dapat memberi dasar bagi transformasi pengetahuan dan pembentukan perilaku manusia dalam pendidikan. Sedangkan keidealan individu atau masyarakat selalu diukur dengan konsistensinya dalam merealisasikan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan ideology yang telah menjadi keyakinan bersama dalam seluruh aspek kehidupan dan kemanfaatan keberadaannya bagi masyarakat yang lebih luas.
Proses pendidikan yang benar, tepat, transformative, efektif dan integrative akan melahirkan individu-individu yang berkepribadian tutuh, kreatif, dan mampu berperan aktif dalam memproduksi kemaslahatan yang dirasakan oleh manusia sebanyak-banyaknya. Atau dengan kata lain pendidikan merupakan salah satu agen dalam proses sosialisasi yang dialami manusia. Sosialisasi merupakan proses seumur hidup (life-long process) dan pendidikan memfasilitasi tranformasi ketrampilan dan nilai-nilai luhur yang dibutuhkan seseorang dalam kehidupannya (John Dewey 1958:90). Worsley (1970) menuturkan, pada dasarnya pendidikan tidak dapat dicabut dari lanskap sosial di mana pendidikan merekrut aktor-aktor sosial dalam segala segi kehidupan, sehingga pendidikan dapat disebut sebagai “a mini society”. Dalam masyarakat mini inilah daya-daya belajar dikembangkan dengan berbasis pada paradigma learning to how to learn, learning how to do, learning how to be, dan learning how to live together. Dalam islam, kualitas keislaman seorang muslim tidak hanya diukur oleh kesalehan pribadinya, tetapi juga oleh sejauhmana pengaruh kesalehannya tersebut kepada orang lain. Seorang muslim tidak dituntut hanya saleh secara pribadi, tetapi juga produktif dalam artian amal-amal baik yang dilakukannya melahirkan kebaikan yang dapat dinikmati orang lain sebanyak-banyaknya serta dapat menekan kejahatan dari orang lain serendah-rendahnya sehingga terbetuklah sebuah masyarakat yang saleh. Tercapainya cita-cita kolektif orang-orang beriman menuntut suasana kemasayarakatan yang saleh pula. Selanjutnya setiap individu yang terdidik pada akhirnya akan mengantarkan suatu bangsa menjadi bangsa yang beradab, maju, dan sejahtera secara lahir dan batin. Sebaliknya, pendidikan yang salah, tidak tepat dan carut marut hanya akan membiarkan individu dan masyarakat yang bodoh, miskin, dan amoral.
            Dasar filosofi penyelenggaraan pendidikan dalam islam adalah menyiapkan generasi yang memahami eksistensi dan posisinya sebagai hamba Allah di muka bumi, menyadari arti kemuliaan dan martabat kemanusiaan di hadapan makhluk lainnya, dan mampu merealisasikan tujuan risalah kemanusiaannya secara padu. Sebab melalui proses pendidikanlah manusia dapat menjalankan fungsinya yang sejati (QS. 51:56) dan merealisaikan misi otentik penciptaanya (QS. 2:31). Hal ini jelas menuntut adanya system pendidikan yang mampu memadukan secara harmonis dan seimbang antara apa yang menjadi prinsip-prinsip yang tertuang dalam kitab-Nya yang suci sebagai pedoman hidup (Manhaj Al Hayah) dengan seluruh ayat-ayat-Nya yang bertebaran di jagad raya (Sunan Al Kaun) sebagai fasilitas hidup (Wasa’ilul hayah). Dengan perpaduan yang harmonis dan seimbang, maka pendidikan telah membebaskan dirinya dari keterjebakan arus “sekulerisasi kurikulum”, ataupun kejumudan dalam arus “sakralisasi kurikulum”. Dengan demikian maka jelaslah bahwa pusat perhatian pendidikan dalam persfektif Islam adalah bagaimana membangun generasi yang memiliki dasar pengetahuan dan keterampilan yang dijiwai dengan nilai-nilai Qur’aniyah, sehingga penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi pada gilirannya merupakan refleksi dari tugas kemanusiaan sebagai khalifah (QS. 2:30) yang semuanya diorientasikan pada pengabdian kepada Allah (QS. 51:56)
            Format pendidikan ideal masa depan harus memperhatikan konsekuensi logis dari perkembangan era global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan, dan peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat, serta harapan tentang masyarakat dunia masa depan dengan selalu bernaung pada falsafah pendidikan sebagaimana di atas. Sebab falsafah pendidikan akan menjadi pijakan logis dan rasional tentang tujuan pendidikan, kurikulum, metode pengajaran, dan model pendidikan itu sendiri. Berkaitan dengan persoalan kurikulum, Hilda Taba (1962) dalam bukunya “ Curriculum Development: Theory and Practice” berpendapat bahwa pengembangan kurikulum hendaknya bersifat rasional dan ilmiah yang penentuannya harus beralaskan elemen-elemen valid berbasis realita yang diantaranya berasal dari tradisi dan budaya, tuntutan sosial, dan kebiasaan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum ilmiah harus merujuk pada analisis masyarakat dan budaya, telaah mengenai peserta didik dan proses belajar, serta ciri khusus bangunan epistemology ilmu pengetahuan tertentu agar dapat ditentukan tujuan institusional dan ciri kurikulumnya. Kurikulum berbasis kompetensi hendaknya mampu menyodorkan fakta-fakta mengenai problem kehidupan social (lazim disebut “problem posing”). Hal ini bermakna bahwa subjek didik diajak untuk memasuki arena “problem solving” dimana siswa mampu berimijinasi untuk memecahkan masalah yang dia temukan. Lebih penting dari itu adalah penguatan nilai-nilai budaya dan agama agar subjek didik tidak terjerumus dalam budaya hedonis, meterialistik dan serba mengagungkan barat sebagai sistem hidup dan berperilaku. Dalam aplikasinya ia harus selalu memperhatikan asas-asas psikologi, psikometri, dan paedagogi. Semua aktivitas belajar selayaknya berlandaskan kepada pencapaian tugas-tugas perkembangan dan prinsip-prinsip belajar yang melipti hal-hal yang terkait dengan kerja kognitif, afektif, keunikan individu, motivasi, bakat, dan kecenderungan, serta tata hubngan antar individu. Semua itu kemudian akan mempengaruhi pola dan model instruksional, pengelolaan kelas, penilaian hasil belajar, pengelolaan media belajar dan sebagainya.

           
IV.                Mengapa Boarding School ?
Numella Caine dan Geoferry Caine (1973) dalam bukunya yang berjudul "Making Connection by Communication": Teaching and The Human Brain, menyatakan bahwa salah satu fungsi sekolah seharusnya mempersiapkan para siswa menghadapi dunia nyata. Kedekatan antara siswa dan guru dalam sekolah berasrama yang tercipta oleh intensitas pertemuan yang memadai akan mempermudah proses transfer ilmu dari pendidik ke peserta didik. Kedekatan akan mengubah posisi guru di mata para murid. Dari sosok ditakuti atau disegani ke sosok yang ingin diteladani. Dr Georgi Lozanov (1897) menyatakan bahwa suatu tindak tanduk yang diperlihatkan oleh gurunya kepada para siswa dalam proses belajarnya, merupakan tindakan yang paling berpengaruh, sangat ampuh serta efektif dalam pembentukan kepribadian mereka. Keteladanan secara personality dapat membangun kepercayaan diri untuk dapat berkomunikasi secara internal personality. Kemudian akan tercipta tanpa si anak merasa asing dengan kemampuan yang mereka miliki dalam menyampaikan pesan atau ide-ide pemikirannya kepada orang lain. Apakah itu dalam bentuk verbal maupun nonverbal, seperti menentukan sikap dan tingkah laku keseharian mereka. Keteladanan, ketulusan, kongkruensi, dan kesiapsiagaan guru mereka sehari semalam akan memberdayakan dan mengilhami siswa untuk membebaskan potensi mereka sebagai pelajar. Hal itu akan mempercepat pertumbuhan kecerdasan emosionalnya. Menurut Lazanov  jika metode pembelajarannya diberdayakan secara maksimal, maka kesuksesan para pelajar akan lebih mudah untuk direalisasikan. Pencapaian itu bisa dilakukan kalau senantiasa terjadi interaksi yang merangsang pertumbuhan sikap mental. Namun untuk itu dibutuhkan seorang quantum teacher yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Digabungkan dengan rancangan pengajaran yang efektif, harmonisasi keduanya akan memberikan pengalaman belajar yang dinamis bagi siswa.

V.         

GURU SEBAGAI ELEMEN KUNCI DALAM MEMBENTUK PERADABAN

Oleh : Muhammad Damiri, S.Pd. *

Kedudukan dan Fungsi Guru

Memasuki abad 21 millennium baru perlu dibarengi dengan upaya penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Harus terbentuk peradaban baru yang lebih baik dari peradaban  sebelumnya. Sebuah peradaban yang manusia-manusianya mempunyai cirri-ciri : mereka mencintai Allah dan Allah pun cinta pada mereka, lemah-lembut terhadap sesama  mukmin dan keras terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah dan tidak takut dengan celaan orang-orang yang suka mencela.  Sebuah kumpulan orang-orang  yang apabila disebut nama Allah maka bergetarlah hatinya, apabila dibacakan ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanannya, dan kepada Allah lah mereka bertawakal, orang-orang yang menegakkan sholat dan menginfakkan sebagian hartanya/rezekinya kepada orang yang kekurangan. Yang kemudian apabila dalam suatu negeri itu beriman dan bertakwa semuanya, maka Allah akan menumpahkan kepada mereka barokah dari langit dan dari bumi, menjadikan mereka sebuah negeri/masyarakat yang ‘BALDATUN THOYIBATUN WA ROBBUN GHOFUR’, atau dalam bahasa kitanya negeri yang ‘GEMAH RIPAH LOH JINAWI TOTO TENTREM KERTO RAHARJO’. Sungguh Suatu harapan yang harus dimiliki oleh setiap manusia di muka bumi ini. Karena tidak ada yang tak mungkin dalam kehidupan di dunia ini.
Bagaimana semua itu bisa terjadi ?  Ingat ! tidak ada kata tak mungkin dalam kehidupan di dunia ini, asalkan ingat Firman Allah bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu sendiri yang merubahnya. Kita tidak boleh pesimis bahwa kondisi bangsa kita sekarang ini penuh dengan kekotoran-kekotoran, baik dari ‘sampah’ sampai pada pejabat yang kotor dan koruptor, yang sampai saat ini belum bisa ditangani dengan baik. Kita tidak boleh menyerah melihat pendidikan yang sedang bingung mencari bentuk. Kita juga tidak boleh pasrah dengan keadaan hukum yang belum tegak dengan adil bagi semua kalangan baik masyarakat maupun pejabat. Tapi yang harus muncul dalam diri kita adalah bahwa pembentukan manusia pada saat ini akan kita lihat hasilnya beberapa tahun yang akan datang. Mungkin saja para ‘sampah’ dan koruptor yang sekarang ini ada merupakan hasil pendidikan yang telah dilakukan oleh para orang tua kita yang kurang ikhlas selama beberapa puluh tahun yang lampau. Karena memang inilah manusia hasil produk puluhan tahun yang lalu. Namun tetap jangan lupakan bahwa “ Barang siapa yang murtad dari agamanya maka Allah akan gantikan mereka dengan sebuah kaum …”.
Oleh karena itu keberadaan guru sangat penting dalam pembentukan sumber daya manusia ke depan. Karena guru merupakan suatu pekerjaan yang luhur dan mulia, yang akan mencetak manusia dengan pendidikan dan pengajaran serta ketrampilannya.


Dengan pendidikan akan muncul manusia yang berkahlak dan tinggi dalam ruhiyahnya, dengan ilmu akan muncul manusia yang intelek dan ber wawasan luas serta cerdas dalam fikirannya dan dengan ketrampilannya, akan muncul manusia kreatif yang sehat dan energik dalam kehidupannya. Seorang guru yang professional harus “ING NGARSO SUNG TULODO, ING MADYO MANGUN KARSO, TUTWURI HANDAYANI” . Pertama, di depan harus menjadi contoh atau ikutan bagi para siswanya, karena apabila guru tidak bisa dijadikan teladan dalam kebaikan, maka ia akan menjadi teladan dalam keburukan. Hanya dua itu pilihannya. Tidak ada pilihan lain, atau pilihan terakhir yang paling mungkin adalah guru yang antara ada dan tiada sama saja. Dia tidak memberi manfaat dengan adanya dan tidak dicari dengan tiadanya. Kedua, di tengah membangun motivasi, memberikan spirit, menggerakkan semangat. Siswa akan terus menggelora semangatnya dengan adanya guru yang terus memberikan motivasi dan membakar semangat, karena pertemuan yang sering terjadi akan selalu melihat kondisi kejenuhan atau kelemahan siswanya. Ketiga, di belakang mengikuti sambil  mengarahkan dan mengingatkan serta mengevaluasi atas kesalahan yang terjadi pada siswa. Karena dari belakang bisa terlihat lebih jelas bagaimana kekurangan, kesalahan dan ketidak harmonisan hidup seorang siswa.
Untuk merealisasikan semua itu tentunya perlu sebuah proses, dan proses pebentukan manusia yang pertama adalah pembentukan pada pribadi guru itu sendiri. Pekerjaan guru merupakan pekerjaan para nabi dalam merubah dan memperbaiki manusia baik dari cara pandang, cara hidup dan cara kerja. Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk mempunyai sifat-sifat Fathonah (pandai/cerdas), Sidik (berkata benar), Amanah (dapat dipercaya), dan Tabligh (menyampaikan).

Fungsi dan Tugas Guru
Secara umum guru memiliki fungsi dan tugas sebagai berikut  :
1.      Pendidik. Fungsi dan tugas guru yang pertama adalah sebagai pendidik, artinya seorang guru haruslah melakukan pembentukan kepribadian sebelum yang lainnya. Pendidikan sangat terkait dengan pembentukan moral atau akhlak siswa. Bagaimana kualitas manusia yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini bukanlah orang yang cerdas saja. Sudah banyak orang cerdas yang mengolah bangsa ini, terlihat dari titel dan julukan pengamat serta argumentasi yang dibangun oleh para pejabat atau ahli, namun mengapa Indonesia masih terpuruk? Jawabannya adalah akhlak manusia Indonesia yang masih jauh dari semestinya. Ungkapan bangsa timur yang sopan dan ramah hilang entah kemana sehingga menjadilah bangsa Indonesia sebagai pemenang dalam KKN sedunia.  Betapa tidak, KKN sudah berurat dan berakar dari dunia pendidikan (sudah merupakan rahasia umum bahwa tidak sedikit guru dan kepala sekolah membantu siswanya dengan berbagai cara agar lulus dalam Ujian Nasionalnya).  Artinya sejak dibangku sekolah sudah muncul KKN, di pasar, di kantor, di jalanan, dimana-mana seolah penuh dengan KKN. Para pejalan kaki melakukan korupsi di jalan dengan mengambil jalan pintas menyeberang jalan padahal ada tangga penyeberangan, di pasar dengan kecurangan menimbang dan ketidakjujuran dalam menetapkan harga, di kantor dengan laporan ABS nya, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Oleh karenannya pemerintah sudah sepatutnya menekankan dan mengarahkan sekolah dan guru pada tugas dan fungsi pendidikan bagi para siswanya. Guru menjadi garda terdepan dalam membentuk kepribadian siswa sebelum pengajaran atau pelatihan. Kecerdasan yang tidak diimbangi dengan akhlak akan memunculkan perusak masyarakat. Dengan kecerdasannya digunakannya untuk membunuh manusia atau membuat kekacauan demi mementingkan diri sendiri atau golongannya tanpa bersimpati apalagi empati pada yang lainnya. Marilah para guru melihat hal ini kemudian memikirkan jangan sampai ilmu yang kita berikan dan tularkan kepada anak didik kita bukan menjadi tabungan amal tapi malah menjadi tabungan keburukan bagi kita dikarenakan kita telah memberikan andil kesalahan pada mereka.
2.      Pengajar. Tugas dan fungsi yang kedua bagi seorang guru adalah mentransfer ilmu. Untuk hal ini, dengan perkembangan teknologi dan informasi yang ada, maka banyak metode yang bisa dilakukan untuk memudahkan penyampaian dan penyerapan ilmu oleh siswa. Disamping guru harus terus menambah wawasan dibarengi juga kreatifitas dalam penyempaian ilmu dengan metodologi dan media yang sudah sangat berkembang.
3.      Pelatih. Fungsi yang ketiga adalah pelatih, yaitu bagaimana guru bukan hanya mengajarkan akhlak dan menyampaikan ilmu namun juga bagaimana penerapannya di masyarakat  perlu selalu latihan-latihan yang dibimbing oleh guru. Tanpa adanya latihan mustahil segala sesuatu akan menjadi baik. Karena segalanya tidak ada yang bim salabim di dunia nyata ini. Perlu latihan untuk bisa menjadi betul dalam penerapan dan pelaksanaan di lapangan. Oleh karenanya seorang guru tidak menjadi lupa atau malas untuk memberikan latihan dan penerapan ilmu di masyarakat. Pelatihan yang baik adalah contoh nyata. Guru harus menjadi contoh nyata dalam penerapan ilmu dan kata-katanya di masyarakat. Dengan contoh konkrit maka siswa akan lebih yakin akan segala hal yang didapatnya.

Meningkatkan kualitas guru.
            Secara sederhana, upaya yang harus dilakukan oleh seorang guru adalah memunculkan energi yang terdapat dalam diri, yaitu :
Pertama : Merubah paradigma pribadi guru. Kalau selama ini guru dilihat oleh masyarakat sebagai pekerjaan biasa, bahkan pekerjaan sampingan, harus dirubah bahwa guru merupakan pekerjaan para nabi. Guru merupakan orang yang berpengaruh besar dalam kehidupan seorang manusia. Guru merupakan sosok panutan dalam masyarakat sebagaimana pernah dipandang pula oleh para pendahulu kita bahwa pak guru merupakan orang yang digugu dan ditiru. Bukan hanya anak, orang tua sekalipun apabila ada masalah dalam masyarakat, guru merupakan rujukan pertama. Seorang guru harus yakin bahwa pekerjaannya adalah pekerjaan mulia di mata Allah dan sangat besar pahala yang akan didapatnya. Karena memang guru bukan hanya mentansfer ilmu akan tetapi juga membentuk pribadi dan memberikan peta kehidupan seorang manusia. Guru harus mempunyai visi, misi dan strategi bahwa pekerjaan guru harus melebihi pekerjaan lain. Kalau perlu guru  harus menjadi pembicara dalam seminar-seminar, harus menjadi presenter dalam pelatihan-pelatihan, harus menjadi pemecah masalah dalam masyarakat dengan kedewasaan dan kewibawaannya. Untuk itu seorang guru perlu …
Kedua : Pemahaman dan penguasaan skill. Karena guru harus mengajarkan anak menjadi cerdas dalam IQ (intelligence Quotient/kecerdasan akal/Fikriyah), EQ (Emotional Quotient/kecerdasan emosi/Ruhiyah) maupun PQ (physical Quotient/kecerdasan fisik/Jasadiyah), maka iapun harus lebih dari itu. Intellegensi/Fikriyahnya harus terus diasah dan dikembangkan dengan membaca, mengikuti perkembangan informasi maupun menggali ide-ide baru dan kreatif. Hal ini dapat dilakukan dengan biaya yang paling murah sekalipun misalnya meminjam Koran, menonton televisi,  mendengarkan radio atau ke perpustakaan. Emosional/Ruhiyahnya harus terus dipupuk dan ditingkatkan dengan mendekatkan diri pada Allah SWT. Hal termudah dapat dilakukan dengan melaksanakan sholat tepat pada waktunya, memperbanyak amalan sunah, memperbanyak sholat malam dan melaksanakan satu amalan yang terus menerus tanpa putus walaupun sedikit, misalnya sholat dhuha atau puasa senin kamis. Karena Allahlah penentu terakhir dari semua apa yang telah kita usahakan. Pisik/jasadiyahnya juga terus dibentuk dan dikembangkan dengan senantiasa berolah raga walaupun sebentar. Memperbanyak gerak untuk berusaha mengambil apa yang telah disediakan Allah SWT. Setiap manusia sudah ditentukan Allah rezeki dan kebutuhannya, tinggal bagaimana manusia itu sendiri yang harus berusaha untuk mengambilnya. Burung saja selalu mendapat rezeki ketika berangkat pagi pulang petang. Rubah paradigma mencari rezeki/kebutuhan dengan kata mengambil rezeki/kebutuhan yang telah diesediakan Allah. Ingat satu hal bahwa kebutuhan manusia tidak akan dating dengan sendirinya, tapi harus diambil, itulah sebabnya manusia diberikan jasad untuk bergerak berusaha mengambilnya.
Ketiga : Penghargaan  dan Percaya diri.  Penghargaan terhadap guru yang selama ini berupa slogan yaitu Pahlawan tanpa Tanda Jasa, perlu terus dikembangkan oleh diri sendiri. Penghargaan yang sesungguhnya harus dimulai dari diri sendiri ketika melihatnya dari sisi Allah SWT. Karena guru sendirilah yang tahu kondisi dirinya dan menghargai apa yang ada pada dirinya. Dengan menghargai diri sendiri maka akan muncul rasa percaya diri yang tak pernah kering, asalkan tidak berlebihan karena percaya diri yang berlebihan akan memunculkan rasa sombong. Seorang guru harus yakin bahwa dirinyalah manusia terbaik dan paling dermawan serta investor paling berhasil di dunia ini. Manusia terbaik karena memang setiap manusia yang sukses menjadi pemimpin, menjadi pengusaha atau apapun namanya adalah hasil dari didikan seorang guru. Bayangkanlah bahwa tanpa guru manusia di dunia ini akan tidak ada artinya.  Seseorang bisa pandai karena guru, seseorang bisa pintar karena guru, seseorang dapat membaca, menulis, berhitung, karena guru. Gurulah manusia yang terbaik yang telah  memberikan ilmu tanpa memintanya kembali. Guru adalah investor paling berhasil  dibanding seorang investor yang paling sukses di dunia ini. Mari bayangkan. Guru memberikan ilmu kepada seseorang, kemudian seseorang tersebut melaksanakan ilmu tersebut, maka pahala akan mengalir kepada guru tadi. Murid yang telah menerima ilmu kemudian menerapkan dan menyebarkan ilmu kepada orang lain, orang lain tersebut melaksanakan dan menyebarkannya lagi, maka pahala akan didapat dari murid dan dari orang yang mendapat ilmu dari murid tadi.
Demikianlah terus menerus pahala akan terus mengalir kepadanya walaupun telah meninggal dunia. Karena ilmu merupakan bekal yang terus dibawa sampai mati. Namun perlu hati-hati pula bahwa guru juga bisa menjadi seorang yang paling bangkrut. Yaitu apabila guru menyebarkan keburukan, kemudian keburukan tersebut dilaksanakan terus menerus dan menyebar ke banyak orang, maka yang memberikan andil terbesar memberikan keburukan adalah guru. Oleh karena itu guru harus hati-hati dengan hal ini.